Tidore merupakan salah satu pulau kecil yang terdapat di gugusan
kepulauan Maluku Utara, tepatnya di sebelah barat pantai pulau
Halmahera. Sebelum Islam datang ke bumi Nusantara, pulau Tidore dikenal
dengan nama; “Limau Duko” atau “Kie Duko”,
yang berarti pulau yang bergunung api. Penamaan ini sesuai dengan
kondisi topografi Tidore yang memiliki gunung api –bahkan tertinggi di
gugusan kepulauan Maluku– yang mereka namakan gunung “Kie Marijang”.
Saat ini, gunung Marijang sudah tidak aktif lagi. Nama Tidore berasal
dari gabungan tiga rangkaian kata bahasa Tidore, yaitu : To ado re, artinya, ‘aku telah sampai’. Sejak awal berdirinya hingga raja yang ke-4, pusat kerajaan Tidore belum bisa dipastikan. Barulah pada era Jou Kolano Balibunga,
informasi mengenai pusat kerajaan Tidore sedikit terkuak, itupun masih
dalam perdebatan. Tempat tersebut adalah Balibunga, namun para
pemerhati sejarah berbeda pendapat dalam menentukan di mana sebenarnya
Balibunga ini. Ada yang mengatakannya di Utara Tidore, dan adapula yang
mengatakannya di daerah pedalaman Tidore selatan.
Pada tahun 1495 M, Sultan Ciriliyati naik tahta dan menjadi penguasa Tidore pertama yang memakai gelar Sultan. Saat itu, pusat kerajaan berada di Gam Tina. Ketika Sultan Mansyur naik tahta tahun 1512 M, ia memindahkan pusat kerajaan dengan mendirikan perkampungan baru di Rum Tidore Utara. Posisi ibukota baru ini berdekatan dengan Ternate, dan diapit oleh Tanjung Mafugogo
dan pulau Maitara. Dengan keadaan laut yang indah dan tenang, lokasi
ibukota baru ini cepat berkembang dan menjadi pelabuhan yang ramai.
Dalam sejarahnya, terjadi beberapa kali perpindahan ibukota karena
sebab yang beraneka ragam. Pada tahun 1600 M, ibukota dipindahkan oleh Sultan Mole Majimo (Ala ud-din Syah) ke Toloa di
selatan Tidore. Perpindahan ini disebabkan meruncingnya hubungan dengan
Ternate, sementara posisi ibukota sangat dekat, sehingga sangat rawan
mendapat serangan. Pendapat lain menambahkan bahwa, perpindahan
didorong oleh keinginan untuk berdakwah membina komunitas Kolano Toma Banga yang masih animis agar memeluk Islam. Perpindahan ibukota yang terakhir adalah ke Limau Timore di masa Sultan Saif ud-din (Jou Kota). Limau Timore ini kemudian berganti nama menjadi Soa-Sio hingga saat ini.
EKSPANSI TIDORE KE TIMUR NUSANTARA
Selain Kerajaan Ternate, Kerajaan Tidore juga merupakan salah satu
Kerajaan besar di jazirah Maluku Utara yang mengembangkan kekuasaannya
terutama ke wilayah selatan pulau Halmahera dan kawasan Papua bagian
barat. Sejak 600 tahun yang lalu Kerajaan ini telah mempunyai hubungan
kekuasaan hingga sampai ke Irian Barat (Pesisir Tanah Papua) sebagai
wilayah taklukannya. Waktu itu, yang memegang kendali kekuasaan
pemerintahan di Kerajaan Tidore, ialah Sultan Mansyur, Sultan Tidore yang ke 12.
Menurut (Almarhum) Sultan Zainal Abidin “Alting” Syah,
Sultan Tidore yang ke 36, yang dinobatkan di Tidore pada tanggal 27
Perbruari 1947, yang bertepatan dengan tanggal 26 Rabiulawal 1366.H,
bahwa Kerajaan Tidore terdiri dari 2 bagian, yaitu:
b. Nyili Gamtumdi
c. Nyili Gamtufkange
d. Nyili Lofo-Lofo
b. Papua Gam Sio
c. Mavor Soa Raha
(This statement allegedly made by Zainal Abidin Syah)
Dalam catatan tersebut dengan sendirinya bukanlah “Irian Barat” yang disebutkan, melainkan “Papua“.
Selain dari Papua, juga pulau-pulau di sekitarnya seperti pulau Gebe,
pulau Patani, Kepulauan Kei, Kepulauan Tanimbar, Sorong, Gorong, Maba,
Weda, juga termasuk dibawah naungan Kerajaan Tidore.
Disebutkan “Under the Dutch rule, all legal documents were first
sent to the “The Kingdom of Tidore for oka before being used in the
above mentioned provinces, which were once the property of the Kingdom
of Tidore._Tombuku and Banggai were under the rule of the Kingdom of
Ternate before Dutch rule”.
Di bawah ini adalah salinan catatan sejarahnya dalam “Bahasa Tidore” ketika Sultan Mansyur, Sultan Tidore yang pernah mengadakan expedisi ke pulau Halmahera bagian selatan sampai di “Papua” dan pulau-pulau sekitarnya.
“Madero toma jaman yuke ia gena e jaman “Jou Kolano Mansyur”
Jou Lamo yangu moju giraa2 maga i tigee Jou Kolano una Mantri una moi2
lantas wocatu idin te ona: Ni Kolano Jou Ngori ri nyinga magaro ngori
totiya gam enareni, tiya Mantri moi2 yo holila se yojaga toma aman se
dame madoya.
Lantas kagee Jou Kolano wolahi Kapita2 kagee toma Maba, Buli,
Bicoli se Patani ona yomote una terus toma Gebe la supaya yohoda kiye
mega yoru-ruru, yo bapo ino uwa, toma Gebe madulu se I ronga “Papua”.
Terjemahan (Admin) :_
“Bahwa pada masa dahulu kala, masa kekuasaan Sultan Tidore yang bernama “Mansyur“,
dimana daerah kekuasaannya belum/tidak luas, maka beliau berfikir,
bahwa wilayah Kerajaan di Tidore pada masa itu memang terlalu kecil
yakni hanya di pulau Tidore. Beliau menetapkan untuk keluar mencari
daerah tambahan. Para Menteri beliau berhadap dan titah beliau, bahwa
atas maunya sendiri bertolak nanti dari Tidore untuk maksud yang utama
dan kepada Menteri2 beliau tinggalkan kerajaannya untuk dijalankan oleh
para Menteri, menjaga agar supaya berada aman dan damai. Menteri
bersatu dan menerima baik yang dititahkan.
Catatan Admin ; Pada kenyataannya hingga saat
ini pulau Halmahera tepatnya di daerah (Dodinga) merupakan batas
wilayah kultur antara kedua Kerajaan ini, yang saat ini dijadikan dasar
oleh Pemerintah untuk menetapkan batas wilayah Kabupaten sejak jaman
Indonesia merdeka).
Kemudian selanjutnya Sultan Mansyur berkelana menuju daerah
Lolobata, Bicoli, Maba, Buli dan Pulau Patani. Di sana beliau minta
supaya Kapitan2 dari Maba, Buli, Bicoli dan Patani turut dengan beliau
ke pulau Gebe untuk menyelidiki pulau2 apa yang terapung di belakang
pulau Gebe, antara pulau yang satu dengan lain (tidak berdekatan):
“Papua”.
Catatan Admin ; Sumber / referensi tersebut di
atas bila dikaji dengan menggunakan Analisa Historiografi, maka masih
terdapat beberapa kelemahan, diantaranya :
1). Tidak jelaskan tahun berapa yang merupakan “tempos” atau kurun waktu kejadian dari apa yang diuraikan dalam sumber ini,
2). Tokoh sentral yang dijelaskan dalam sumber ini adalah
“Sultan Mansyur”, namun yang menjadi pertanyaan bagi kita adalah Sultan
Mansyur yang mana?!, karena dari berbagai referensi yang saya telusuri
dan hunting selama ini, bahwa terdapat 4 (empat) Sultan Tidore yang
menggunakan nama “Mansyur” sebagai nama mereka, antara lain; pertama :
Sultan Mansyur yang memerintah (tahun 1512–1526), kedua : Sultan Kie
Mansyur yang memerintah (tahun 1547–1569), ketiga : Sultan Abdul Falal
al-Mansyur yang memerintah (tahun 1700–1708), dan keempat : Sultan
Akhmad-ul Mansyur yang memerintah (tahun 1822–1856). Terlepas dari itu
semua, sejarah telah mencatat bahwa beberapa daerah diluar pulau
Tidore, mulai dari Papua barat hingga pulau-pulau di selatan Pasifik
pernah menjadi wilayah kerajaan ini.
Sebagai pembanding dalam argument saya pada catatan tersebut di
atas, berikut ini adalah nama-nama Kolano / Sultan dan tahun
pemerintahannya pernah menjadi penguasa di Kerajaan Tidore yang saya
olah dan susun dari beberapa sumber baik lokal maupun sumber asing yang
menjadi referensi kajian saya, adalah sebagai berikut :
1. (……… – ………) Kolano Sah Jati
2. (……… – ………) Kolano Bosamuangi
3. (……… – ………) Kolano Subu
4. (……… – ………) Kolano Balibunga
5. (……… – ………) Kolano Duku Madoya
6. (1317 – ………) Kolano Kie Matiti
7. (……… – ………) Kolano Sele
8. (……… – ………) Kolano Metagena
9. (1334 – 1372) Kolano Nur ud-din
10. (1373 – …?…) Kolano Hasan Syah
11. (1495 – 1512) Sultan Ciriliati alias Jamal ud-din
12. (1512 – 1526) Sultan Mansyur
13. (1529 – 1547) Sultan Amir ud-din Iskandar Zulkarnain
14. (1547 – 1569) Sultan Kie Mansyur
15. (1569 – 1586) Sultan Miri Tadu Iskandar Sani Amir ul-Muzlimi, kawin dengan Boki Randan Gagalo, seorang puteri dari Sultan Babu’llah Datu Syah ibni Sultan Khair ul-Jamil.
16. (1586 – 1599) Sultan Gapi Maguna alias Sultan Zainal Abidin Siraj ud-din alias Kaicil Siraj ul-Arafin, yang
kawin dengan Boki Filola pada tahun 1585 seorang puteri dari sultan
Ternate Sultan Said ud-din Barakat Syah ibni al-Marhum Sultan Babullah
Datu Syah
17. (1599 – 1626) Sultan Mole Majimu alias Molemgini Jamal ud-din alias ‘Ala ud-din Syah
18. (1626 – 1633) Sultan Ngora Malamo alias Sultan ‘Ala ud-din ibni Sultan Jamal ud-din
19. (1633 – 1653) Sultan Gorontalo alias Kaicil Sehe
20. (1653 – 1657) Sultan Magiau alias Sultan Said ud-din ibni Sultan ‘Ala ud-din alias Kaicil Saidi
21. (1657 – 1689) Sultan Syaif ud-din alias Kaicili Golofino
22. (1689 – 1700) Sultan Hamzah Fakhr ud-din ibni al-Marhum Sultan Syaif ud-din
23. (1700 – 1708) Sultan Abul Falal al-Mansyur
24. (1708 – 1728) Sultan Hasan ud-din
25. (1728 – 1756) Sultan Amir Muhid-din Bi-fallil-ajij alias Kaicil Bisalalihi
26. (1756 – 1780) Sultan Jamal ud-din
27. (1780 – 1784) Sultan Patra Alam
28. (1784 – 1797) Sultan Kamal ud-din
29. (1797 – 1805) Sultan Nuku alias Sultan Said-ul Jehad Muhammad al-Mabus Amir ud-din Syah alias Kaicil Paparangan alias Jou Barakati
30. (1805 – 1810) Sultan Mohammad Zain al-Abidin
31. (1810 – 1822) Sultan Mohammad Tahir (Wafat : 17 November 1821)
32. (1822 – 1856) Sultan Akhmad-ul Mansyur (Dinobatkan 19 April 1822, wafat 11 Juli 1856)
33. (1857 – 1865) Sultan Akhmad Safi ud-din alias Khalifat ul-Mukarram Sayid-din Kaulaini ila Jaabatil Tidore alias Jou Kota (Dinobatkan April 1857)
34. (1867 – 1894) Sultan Johar Alam (Dinobatkan Agustus 1867)
35. (1894 – 1905) Sultan Akhmad Kawi ud-din Alting alias Kaicil Syahjoan, (Dinobatkan Juli 1849) Pada masa ini Keraton Tidore dibumihanguskan sebagai sikap protes terhadap kebijakan pihak Belanda yang merugikan Tidore)
36. (1947 – …….) Sultan Zain al-Abidin “Alting” Syah (Dinobatkan di Tidore pada tgl. 27 Perbruari 1947, bertepatan dengan tgl. 26 Rabiulawal 1366-H)
37. (Sekarang) Sultan Djafar “Dano Yunus” Syah, (Dinobatkan ————- hingga sekarang)
The Sultan with the Crown Royal of Tidore (Tolu Kolano)
APAKAH EKSPANSI SULTAN NUKU SAMPAI KE KAWASAN KEPULAUAN PASIFIK BAGIAN SELATAN….?
Kesultanan Tidore mencapai kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan
Nuku alias Sultan Said-ul Jehad Muhammad al-Mabus Amir ud-din Syah
alias Kaicil Paparangan yang oleh kawula Tidore dikenal dengan sebutan
Jou Barakati. Pada masa kekuasaannya 1797 – 1805), wilayah Kerajaan
Tidore mencakup kawasan yang cukup luas hingga mencapai Tanah Papua.
Wilayah sekitar pulau Tidore yang menjadi bagian wilayahnya adalah
Papua, gugusan pulau-pulau Raja Ampat dan pulau Seram Timur. Menurut
beberapa tulisan di berbagai situs internet, dituliskan bahwa kekuasaan
Tidore sampai ke beberapa kepulauan di pasifik selatan, diantaranya;
Mikronesia, Melanesia, kepulauan Solomon, kepulauan Marianas, kepulauan
Marshal, Ngulu, Fiji, Vanuatu dan kepulauan Kapita Gamrange. Disebutkan
pula bahwa hingga hari ini beberapa pulau atau kota masih menggunakan
identitas nama daerah dengan embel-embel Nuku, antara lain; kepulauan
Nuku Lae-lae, Nuku Alova, Nuku Fetau, Nuku Haifa, Nuku Maboro, Nuku
Wange, Nuku Nau, Nuku Oro dan Nuku Nono.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut di atas tidaklah mudah. Perlu
penelitian tersendiri. Hal ini juga dibantah oleh salah satu Dosen
Jurusan Sejarah Fakultas Sastera Universitas Khairun Ternate yang tidak
mau menyebutkan namanya. Lebih lanjut dikatakan bahwa “agak mustahil” kekuasaan Sultan Nuku bisa sampai ke ke kawasan pasific.
Alasan bantahan terhadap hal ini didasarkan pada argumennya bahwa :
1. Pasific Selatan terlalu jauh dari Tidore.
2. Tidak adanya pengakuan dari penduduk setempat di Pasific Selatan bahwa mereka mempunyai kaitan sejarah dengan Sultan Nuku.
3. Tidak ada bukti-bukti dan catatan tertulis tentang kapan dan
bagaimana Sultan Nuku data ng dan memberi nama pulau-pulau tersebut.
4. Masyarakat Pasific Selatan saat ini mayoritas beragama Kristen.
Jika memang kekuasaan Sultan Tidore telah sampai ke sana tentu ada
jejak-jejak Islam ditemukan di sana.
5. Sultan Nuku hidup ketika penjajah Eropa sudah berdatangan ke wilayah Timur dan wilayah Pasific Selatan diduduki oleh mereka.
6. Masa hidup Sultan Nuku lebih banyak digunakan untuk berjuang melawan Belanda.
7. Adanya nama Nuku di depan nama kota atau tempat di sana bukanlah
bukti yang bermakna kuat karena bisa saja kata “Nuku” di sana mempunyai
arti yang berbeda.
Argumentasi ini sangat beralasan, karena kalo kita menjelajahi
beberapa situs internet, di Wikipedia misalnya, tidak ditemukan catatan
sejarah tempat-tempat dimaksud yang menjelaskan bahwa mereka mempunyai
kaitan sejarah dengan Kesultanan Tidore dengan Sultan Nuku-nya. Juga
tidak ditemukan jejak-jejak hadirnya orang-orang Tidore di daerah ini.
Walaupun demikian, terlepas dari “perdebatan” permasalahan ini,
fakta sejarah mencatat bahwa di masa Sultan Nuku yang hanya berkuasa
sekitar delapan tahun inilah, Kerajaan Tidore mencapai masa
kegemilangan dan menjadi kerajaan besar yang wilayahnya paling luas dan
disegani di seluruh kawasan itu, termasuk oleh kolonial Eropa.
STRUKTUR PEMERINTAHAN DI KERAJAAN TIDORE
Ketika Tidore mencapai masa kejayaan di era Sultan Nuku tersebut,
sistem pemerintahan di Tidore telah ditata dengan baik. Saat itu,
Sultan (Kolano) dibantu oleh suatu Dewan Wazir, dalam bahasa Tidore
disebut Syaraa, adat se Nakudi. Dewan ini dipimpin oleh Sultan dan
pelaksana tugasnya diserahkan kepada Joujau (Perdana Menteri). Anggota
Dewan wazir terdiri dari Bobato Pehak Raha (Bobato empat pihak) dan
wakil dari wilayah kekuasan. Bobato ini bertugas untuk mengatur dan
melaksanakan keputusan Dewan Wazir.
Sistem dan Struktur Pemerintahan yang dijalankan di Kerajaan Tidore
pada masa lampau cukup mapan dan berjalan dengan baik. Struktur
tertinggi kekuasaan berada di tangan Sultan. Menariknya, di keempat
Kerajaan di Jazirah Maluku Utara yang dikenal dengan “MOLOKU KIE RAHA”
yaitu; kerajaan Jailolo, kerajaan Bacan, kerajaan Ternate dan termasuk
di kerajaan Tidore tidak mengenal sistem putra mahkota sebagaimana
kerajaan-kerajaan lainnya di kawasan Nusantara. Seleksi seseorang untuk
menjadi Sultan dilakukan melalui mekanisme seleksi calon-calon yang
diajukan dari pihak Dano-dano Folaraha (wakil-wakil marga dari
Folaraha), yang terdiri dari Fola Yade, Fola Ake Sahu, Fola Rum dan
Fola Bagus. Dari nama-nama ini, kemudian dipilih satu di antaranya
untuk menjadi Sultan Tidore.
Selanjutnya mengenai Struktur Pemerintahan Kerajaan Tidore sejak
Sultan Tidore yang pertama yaitu Sultan Syah Jati alias Mohammad Nakel
yang kemudian mengalami perobahan2 mengenai bentuknya pemerintahan di
jaman Sultan Cirlaliati,–beberapa sumber menyebutkan Sultan ini yang
pertama kali mulai masuk Islam–, dan di jaman Sultan Syafi ud-din
dengan gelarannya Khalifat ul-mukarram Sayid-din Kaulaini ila Jaabatil
Tidore, dapat diuraikan sebagai berikut : KOLANO SEI BOBATO PEHAK RAHA,
artinya : Sultan dan 4 Kementeriannya dengan pegawai, yang terdiri dari
:
1. Pehak Bobato, Urusan Pemerintahan dikepalai oleh Jogugu. Anggota2nya : a. Hukum2
b. Sangadji2
c. Gimalaha2
d. Fomanyira2
2. Pehak Kompania, Urusan Pertahanan dikepalai oleh Kapita2/Mayor : a. Leitenan2
b. Alfiris2
c. Jodati2
d. Serjanti2
e. Kapita Kie
f. Jou Mayor, dan
g. Kapita Ngofa
3. Pehak Jurutulis, Urusan Tata-Usaha dikepalai oleh Tullamo (Sekneg). Anggota2nya : a. Jurutulis Loaloa
b. Beberapa Menteri Dalam, yaitu:
1. Sadaha, (Kepala Rumah Tangga Kerajaan)
2. Sowohi Kiye, (Protokoler Kerajaan Bidang Kerohanian),
3. Sowohi Cina, (Protokoler Khusus Urusan Orang Cina),
4. Sahabandar, (Urusan Administrasi Pelayaran).
5. Fomanyira Ngare, (Public Relation Kerajaan)
4. Pehak Lebee, urusan Agama/Syari’ah dikepalai oleh seorang Kadhi. Anggota2nya : a. Imam2.
b. Khotib2.
c. Modin2.
* Selain struktur tersebut di atas masih terdapat Jabatan lain yang
membantu menjalankan tugas pemerintahan, seperti Gonone yang membidangi
intelijen dan Surang Oli yang membidangi urusan propaganda.
PEJABAT DALAM KEDUDUKAN MENURUT TINGKAT JABATAN
I. Bobato Yade Soa2 dan Sangadji se Gimalaha di pusat, terdiri dari :
1. Jogugu / Jojau
2. Kapita Laut, (Panglima Perang)
3. Hukum Yade, (Urusan Luar Kerajaan)
4. Hukum Soa2, (Uurusan Dalam Kerajaan)
5. Bobato Ngofa, (Urusan Kabinet)
6. Gimalaha Marsaoly
7. Gimalaha Folaraha
8. Sangadji Moti
9. Gimalaha Sibu
10. Gimalaha Matagena
11. Gimalaha Sibuamabelo (Sambelo)
12. Gimalaha Togubu
13. Gimalaha Kalaodi
14. Gimalaha Soa Konora
15. Gimalaha Simobe
16. Gimalaha Doyado
17. Gimalaha Samafu
18. Gimalaha Maliga
19. Fomanyira Failuku
20. Fomanyira Tomacala
21. Fomanyira Yaba
22. Fomanyira Sosale
23. Fomanyira Jawa
24. Fomanyira Cobo
25. Fomanyira Dikitobo
26. Fomanyira Tasuma
27. Fomanyira Tomadou
28. Fomanyira Rum
29. Sngagaji Laisa Mareku
30. Sangadji Laho Mareku
31. Gimalaha Tomalouw
32. Gimalaha Tongowai
33. Gimalaha Mare
34. Gimalaha Tuguiha
35. Gimalaha Tomaidi
36. Gimalaha Tahisa
37. Gimalaha Tomanyili
38. Gimalaha Gamtohe
39. Gimalaha Dokiri
40. Gimalaha Banawa
IIa. Bobato Nyili Gamtumdi, terdiri dari : 1. Gimalaha Seli
2. Fomanyira Tambula
3. Fomanyiira Taran
4. Fomanyira Tomawange
5. Tomanyira Tofoju
6. Fomanyira Gurabati
IIb. Bobato Nyili Gamtufkange, terdiri dari : 1. Gimalaha Tomoyau
2. Fomanyira Tambula
3. Fomanyira Ngosi
4. Fomanyira Tobaru
5. Fomanyira Tunguwai
6. Fomanyira Goto
7. Fomanyira Sautu
8. Fomanyira Tomagoba
IIc. Nyili Lofo2, terdiri dari : 1. Sangadji Maba
2. Sangadji Soa Gimalaha
3. Sangadji Bicoli
4. Himalaha Wayamli
5. Sangadji Patani
6. Gimalaha Kipay
7. Sangadji Kacepi
8. Gimalaha Sanafi
9 Sangadji Weda
10 Gimalaha Soa Cina
11. Sangadji Somola
12. Gimalaha Somola, (1 s/d 12 disebutkan Gamrange,–Tiga Negeri–)
13. Gimalaha Akelamo
14. Gimalaha Payahe
15. Gimalaha Wama
16. Gimalaha Akemayora
17. Gimalaha Tafaga
18. Fomanyira Tauno
19. Fomanyira Loko
20 Fomanyira Taba
21. Kalaodi Maidi, (13 s/d 21 distrik Oba)
IId. Bobato Nyili Gulu2 (Papua), terdi i dari : 1. Kolano Waigeo
2. Kolano Salawati
3. Kolano Misowol, (Lilintinta).
4. Kolano Waigama, (Miyan). (1 s/d 4=Raja Ampat).
5. Sangadji Umka
6. Gimalaha Usboa
7. Sangadji Barey
8. Sangadji Beser
9. Gimalaha Kafdarun
10. Sangadji Wakeri
11. Gimalaha Warijo
12. Sangadji Mar
13. Gimalaha Warasay, (5 s/d 13 -Papua Gam Sio – (9 Soa).
14. Sangadji Rumbarpon
15. Sangadji Rummansar
16. Sangadji Anggaradifu
17. Sangadji Waropon, (14 s/d=Mavor Soa-Raha (4 Soa).
Catatan Akhir dari Admin SERBA SERBI TRADISI & BUDAYA ORANG TERNATE ;
1. Terlepas dari itu semua, sejarah telah mencatat bahwa beberapa
daerah diluar pulau Tidore, mulai dari Papua barat hingga pulau-pulau
di selatan Pasifik pernah menjadi wilayah kerajaan ini. Presiden RI
pertama Sukarno semula ingin memasukan seluruh wilayah kekuasaan
kerajaan tidore ini menjadi bagian dari NKRI, namun pada akhirnya,
diputuskan bahwa hanya bekas jajahan kerajan Belanda saja yang menjadi
wilayah RI, sehingga Malaysia, Singapura dan Timor Leste tidak
dimasukan sebagai wilayah NKRI. Sukarno pernah berkata; “……..Tanpa
Tidore, tak akan ada lagu; Dari Sabang sampai Merauke……..”
2. Terakhir……, kajian historis ini, bila dipahami, diharapkan akan
menjadi motivasi bagi para para pemimpin lokal di daerah ini untuk
menata masa depan Tidore dan sekitarnya yang lebih baik. Kalau ditanya
mengapa saya berargumen demikian? Maka jawaban saya adalah ; Karena
para pemimpin masa lampau di daerah ini yang yang berpola pikir ratusan
tahun yang lalu saja mampu dan bisa menjalankan birokrasi yang baik
menata pemerintahan daerah, kenapa jaman kita saat ini tidak mampu?
Pilkada saja berantam melulu, barangkali yang ada di pikiran mereka
hanya kekuasaan dan kekayaan tanpa mikirkan hak dan kepentingan rakyat
yang dipimpinnya…. Wallahu wa’lam…….!
Sumber :(www.busranto.blogspot.com)