Kamis, 02 September 2010

serba serbi sejarah kesultanan tidore

Logo kesultanan Tidore
Tidore merupakan salah satu pulau kecil yang terdapat di gugusan kepulauan Maluku Utara, tepatnya di sebelah barat pantai pulau Halmahera. Sebelum Islam datang ke bumi Nusantara, pulau Tidore dikenal dengan nama; “Limau Duko” atau “Kie Duko”, yang berarti pulau yang bergunung api. Penamaan ini sesuai dengan kondisi topografi Tidore yang memiliki gunung api –bahkan tertinggi di gugusan kepulauan Maluku– yang mereka namakan gunung “Kie Marijang”. Saat ini, gunung Marijang sudah tidak aktif lagi. Nama Tidore berasal dari gabungan tiga rangkaian kata bahasa Tidore, yaitu : To ado re, artinya, ‘aku telah sampai. Sejak awal berdirinya hingga raja yang ke-4, pusat kerajaan Tidore belum bisa dipastikan. Barulah pada era  Jou Kolano Balibunga, informasi mengenai pusat kerajaan Tidore sedikit terkuak, itupun masih dalam perdebatan. Tempat tersebut adalah Balibunga, namun para pemerhati sejarah berbeda pendapat dalam menentukan di mana sebenarnya Balibunga ini. Ada yang mengatakannya di Utara Tidore, dan adapula yang mengatakannya di daerah pedalaman Tidore selatan.

Pada tahun 1495 M, Sultan Ciriliyati naik tahta dan menjadi penguasa Tidore pertama yang memakai gelar Sultan. Saat itu, pusat kerajaan berada di Gam Tina. Ketika Sultan Mansyur naik tahta tahun 1512 M, ia memindahkan pusat kerajaan dengan mendirikan perkampungan baru di Rum Tidore Utara. Posisi ibukota baru ini berdekatan dengan Ternate, dan diapit oleh Tanjung Mafugogo dan pulau Maitara. Dengan keadaan laut yang indah dan tenang, lokasi ibukota baru ini cepat berkembang dan menjadi pelabuhan yang ramai.
Dalam sejarahnya, terjadi beberapa kali perpindahan ibukota karena sebab yang beraneka ragam. Pada tahun 1600 M, ibukota dipindahkan oleh Sultan Mole Majimo (Ala ud-din Syah) ke Toloa di selatan Tidore. Perpindahan ini disebabkan meruncingnya hubungan dengan Ternate, sementara posisi ibukota sangat dekat, sehingga sangat rawan mendapat serangan. Pendapat lain menambahkan bahwa, perpindahan didorong oleh keinginan untuk berdakwah membina komunitas Kolano Toma Banga yang masih animis agar memeluk Islam. Perpindahan ibukota yang terakhir adalah ke Limau Timore di masa Sultan Saif ud-din (Jou Kota). Limau Timore ini kemudian berganti nama menjadi Soa-Sio hingga saat ini.

EKSPANSI TIDORE KE TIMUR NUSANTARA

Selain Kerajaan Ternate, Kerajaan Tidore juga merupakan salah satu Kerajaan besar di jazirah Maluku Utara yang mengembangkan kekuasaannya terutama ke wilayah selatan pulau Halmahera dan kawasan Papua bagian barat. Sejak 600 tahun yang lalu Kerajaan ini telah mempunyai hubungan kekuasaan hingga sampai ke Irian Barat (Pesisir Tanah Papua) sebagai wilayah taklukannya. Waktu itu, yang memegang kendali kekuasaan pemerintahan di Kerajaan Tidore, ialah Sultan Mansyur, Sultan Tidore yang ke 12.
Menurut (Almarhum) Sultan Zainal Abidin Alting Syah, Sultan Tidore yang ke 36, yang dinobatkan di Tidore pada tanggal 27 Perbruari 1947, yang bertepatan dengan tanggal 26 Rabiulawal 1366.H, bahwa Kerajaan Tidore terdiri dari 2 bagian, yaitu:
1. Nyili Gam a. Yade Soa-Sio se Sangadji se Gimelaha
b. Nyili Gamtumdi
c. Nyili Gamtufkange
d. Nyili Lofo-Lofo
2. Nyili Papua (Nyili Gulu-Gulu). a. Kolano Ngaruha (Raja Ampat)
b. Papua Gam Sio
c. Mavor Soa Raha
(This statement allegedly made by Zainal Abidin Syah)
Dalam catatan tersebut dengan sendirinya bukanlah “Irian Barat” yang disebutkan, melainkan “Papua“. Selain dari Papua, juga pulau-pulau di sekitarnya seperti pulau Gebe, pulau Patani, Kepulauan Kei, Kepulauan Tanimbar, Sorong, Gorong, Maba, Weda, juga termasuk dibawah naungan Kerajaan Tidore.
Disebutkan “Under the Dutch rule, all legal documents were first sent to the “The Kingdom of Tidore for oka before being used in the above mentioned provinces, which were once the property of the Kingdom of Tidore._Tombuku and Banggai were under the rule of the Kingdom of Ternate before Dutch rule”.
Di bawah ini adalah salinan catatan sejarahnya dalam “Bahasa Tidore” ketika Sultan Mansyur, Sultan Tidore yang pernah mengadakan expedisi ke pulau Halmahera bagian selatan sampai di “Papua” dan pulau-pulau sekitarnya.
“Madero toma jaman yuke ia gena e jaman “Jou Kolano Mansyur” Jou Lamo yangu moju giraa2 maga i tigee Jou Kolano una Mantri una moi2 lantas wocatu idin te ona: Ni Kolano Jou Ngori ri nyinga magaro ngori totiya gam enareni, tiya Mantri moi2 yo holila se yojaga toma aman se dame madoya.
Ngori totagi tosari daerah ngone majoma karena daerah ngone enareni yokene foli, kembolau gira toma saat enarige ona jou Mantri moi-moi yo marimoi idin enarige, lantas Jou Kolano una rigee wotagi wopane oti isa toma Haleyora (Halmahera) wodae toma rimoi maronga Sisimaake wouci kagee lalu wotagi ine toma Akelamo lantas kagee wotomake jarita yowaje coba Jou Kolano mau hoda ngolo madomong kataa, gena e lebe laha Jou Kolano nowako koliho mote toma lolinga madomong kataa, gena e lebe laha Jou Kolano nowako koliho mote toma lolinga karena kagee seba foloi.

Lantas gaitigee Jou Kolano wowako sewolololi ino toma lolinga majiko wotagi ia toma Bobaneigo lantas gaitigee womaku tomake se Jou Kolano Ternate, “Jou Kolano Komala” Gira Jou Kolano ona ngamalofo rigee yo maku yamu rai se yo maku sawera sewowaje, Jou Kolano Ternate tagi turus ia toma Kao, Jou Kolano Tidore woterus toma Lolobata, Bicoli, Maba se Patani.
Lantas kagee Jou Kolano wolahi Kapita2 kagee toma Maba, Buli, Bicoli se Patani ona yomote una terus toma Gebe la supaya yohoda kiye mega yoru-ruru, yo bapo ino uwa, toma Gebe madulu se I ronga “Papua”.
Gira2 tigee ona Kapita moi2 yomote Jou Kolano ine toma Gebe lalu turus toma Salawati, Waigeo, Waigama, Misowol (Misol), terus ine toma Papua Gam Sio, se Mavor Soa-Raha. Raisi karehe Jou Kolano se ona Kapita ona rigee yowako rora tulu toma Salawati, wotia Kapita hamoi se woangkat una wodadi Kolano kagee, hamoi yali toma Waigeo, hamoi yali toma Waigama, se hamoi yali toma Masowol (Misol). Kapita-kapita ngaruha onarigee Jou Kolano woangkat ona yodai Kolano teuna ipai maalu gena e mangale Kolano Ona Ngaruha rigee ngapala Kapita Patani, ona ngaruha yoparentah yodo toma Papua Gam Sio se Mavor Soa Raha”.
Terjemahan (Admin) :_
“Bahwa pada masa dahulu kala, masa kekuasaan Sultan Tidore yang bernama “Mansyur“, dimana daerah kekuasaannya belum/tidak luas, maka beliau berfikir, bahwa wilayah Kerajaan di Tidore pada masa itu memang terlalu kecil yakni hanya di pulau Tidore. Beliau menetapkan untuk keluar mencari daerah tambahan. Para Menteri beliau berhadap dan titah beliau, bahwa atas maunya sendiri bertolak nanti dari Tidore untuk maksud yang utama dan kepada Menteri2 beliau tinggalkan kerajaannya untuk dijalankan oleh para Menteri, menjaga agar supaya berada aman dan damai. Menteri bersatu dan menerima baik yang dititahkan.
Lalu dengan sebuah perahu biduk beliau beserta beberapa pengawal dan pengikutnya bertolak dari pulau Tidore ke Halmahera tengah dan selatan, tiba pada sebuah tempat namanya Sismaake. Di sana Beliau turun dan berjalan kaki ke Akelamo. Di Akelamo beliau mendapat keterangan/ceritera dan mendapat saran dari orang di Akelamo, katanya jika beliau hendak melihat lautan sebelah (lautan di teluk Kao Halmahera), maka sebaiknya beliau melewati jalan di Dodinga, karena di Dodinga sangat dekat dengan lautan sebelah. Sri Sultan Mansyur kembali dari Akelamo menuju Dodinga dan dari Dodinga berjalan kaki ke Bobaneigo.
Di Bobaneigo bertemu dengan Sri Sultan Ternate Bernama “Komala“, (Admin; mungkin yang dimaksud adalah Sultan Ternate yang ke XVI). Kedua Sultan tersebut kemudian saling bertanya dan akhirnya menyepakati untuk membagi pulau Halmahera menjadi dua wilayah kekuasaannya masing- masing, yaitu Sultan Ternate berkuasa dari Dodinga ke utara sedangkan Sultan Tidore membatasi wilayah kekuasaannya dari Dodinga ke selatan.
Catatan Admin ; Pada kenyataannya hingga saat ini pulau Halmahera tepatnya di daerah (Dodinga) merupakan batas wilayah kultur antara kedua Kerajaan ini, yang saat ini dijadikan dasar oleh Pemerintah untuk menetapkan batas wilayah Kabupaten sejak jaman Indonesia merdeka).
Kemudian selanjutnya Sultan Mansyur berkelana menuju daerah Lolobata, Bicoli, Maba, Buli dan Pulau Patani. Di sana beliau minta supaya Kapitan2 dari Maba, Buli, Bicoli dan Patani turut dengan beliau ke pulau Gebe untuk menyelidiki pulau2 apa yang terapung di belakang pulau Gebe, antara pulau yang satu dengan lain (tidak berdekatan): “Papua”.
Pada saat itu juga Kapitan2 tersebut turut dengan beliau ke Gebe, terus ke Salawati, Waigeo, Waigama, Misowol, terus ke daerah yang disebutkan: Papua Gam Sio (Negeri Sembilan di tanah Papua) dan Mavor Soa Raha Empat Soa/Klan di Mavor). Sesudah itu Sri Sultan Mansyur dan Kapitan2nya kembali, singgah di Salawati, Waigeo, Waigama dan Misowol, dan disana beliau mengangkat Kapita2 berempat orang itu menjadi Raja setempat yang bergelar seperti dirinya (;Kolano), mereka berempat disebutkan “Raja Empat” yang masih dibawah naungan payung kekuasaan Sri Sultan Mansyur Sang Penguasa dari Tidore, dengan pengertian bahwa mereka berempat menjadi Raja itu harus mendengar perintah dari Sultan Tidore. Kekuasaan ke-empat Raja itu sampai di daerah yang disekitarnya yang kemudian disebut Papua Gam Sio dan dearah Mavor Soa-Raha”._
Catatan Admin ; Sumber / referensi tersebut di atas bila dikaji dengan menggunakan Analisa Historiografi, maka masih terdapat beberapa kelemahan, diantaranya :
1). Tidak jelaskan tahun berapa yang merupakan “tempos” atau kurun waktu kejadian dari apa yang diuraikan dalam sumber ini,
2). Tokoh sentral yang dijelaskan dalam sumber ini adalah “Sultan Mansyur”, namun yang menjadi pertanyaan bagi kita adalah Sultan Mansyur yang mana?!, karena dari berbagai referensi yang saya telusuri dan hunting selama ini, bahwa terdapat 4 (empat) Sultan Tidore yang menggunakan nama “Mansyur” sebagai nama mereka, antara lain; pertama : Sultan Mansyur yang memerintah (tahun 1512–1526), kedua : Sultan Kie Mansyur yang memerintah (tahun 1547–1569), ketiga : Sultan Abdul Falal al-Mansyur yang memerintah (tahun 1700–1708), dan keempat : Sultan Akhmad-ul Mansyur yang memerintah (tahun 1822–1856). Terlepas dari itu semua, sejarah telah mencatat bahwa beberapa daerah diluar pulau Tidore, mulai dari Papua barat hingga pulau-pulau di selatan Pasifik pernah menjadi wilayah kerajaan ini.
Sebagai pembanding dalam argument saya pada catatan tersebut di atas, berikut ini adalah nama-nama Kolano / Sultan dan tahun pemerintahannya pernah menjadi penguasa di Kerajaan Tidore yang saya olah dan susun dari beberapa sumber baik lokal maupun sumber asing yang menjadi referensi kajian saya, adalah sebagai berikut :

1. (……… – ………) Kolano Sah Jati
2. (……… – ………) Kolano Bosamuangi
3. (……… – ………) Kolano Subu
4. (……… – ………) Kolano Balibunga
5. (……… – ………) Kolano Duku Madoya
6. (1317  – ………) Kolano Kie Matiti
7. (……… – ………) Kolano Sele
8. (……… – ………) Kolano Metagena
9. (1334   – 1372) Kolano Nur ud-din
10. (1373 – …?…) Kolano Hasan Syah
11. (1495 – 1512) Sultan Ciriliati alias Jamal ud-din
12. (1512 – 1526) Sultan Mansyur
13. (1529 – 1547) Sultan Amir ud-din Iskandar Zulkarnain
14. (1547 – 1569) Sultan Kie Mansyur
15. (1569 – 1586) Sultan Miri Tadu Iskandar Sani Amir ul-Muzlimi, kawin dengan Boki Randan Gagalo, seorang puteri dari Sultan Babu’llah Datu Syah ibni Sultan Khair ul-Jamil.
16. (1586 – 1599) Sultan Gapi Maguna alias Sultan Zainal Abidin Siraj ud-din alias Kaicil Siraj ul-Arafin, yang kawin dengan Boki Filola pada tahun 1585 seorang puteri dari sultan Ternate Sultan Said ud-din Barakat Syah ibni al-Marhum Sultan Babullah Datu Syah
17. (1599 – 1626) Sultan Mole Majimu alias Molemgini Jamal ud-din alias ‘Ala ud-din Syah
18. (1626 – 1633) Sultan Ngora Malamo alias Sultan ‘Ala ud-din ibni Sultan Jamal ud-din
19. (1633 – 1653) Sultan Gorontalo alias Kaicil Sehe
20. (1653 – 1657) Sultan Magiau alias Sultan Said ud-din ibni Sultan ‘Ala ud-din alias Kaicil Saidi
21. (1657 – 1689) Sultan Syaif ud-din alias Kaicili Golofino
22. (1689 – 1700) Sultan Hamzah Fakhr ud-din ibni al-Marhum Sultan Syaif ud-din
23. (1700 – 1708) Sultan Abul Falal al-Mansyur
24. (1708 – 1728) Sultan Hasan ud-din
25. (1728 – 1756) Sultan Amir Muhid-din Bi-fallil-ajij alias Kaicil Bisalalihi
26. (1756 – 1780) Sultan Jamal ud-din
27. (1780 – 1784) Sultan Patra Alam
28. (1784 – 1797) Sultan Kamal ud-din
29. (1797 – 1805) Sultan Nuku alias Sultan Said-ul Jehad Muhammad al-Mabus Amir ud-din Syah alias Kaicil Paparangan alias Jou Barakati
30. (1805 – 1810) Sultan Mohammad Zain al-Abidin
31. (1810 – 1822) Sultan Mohammad Tahir (Wafat : 17 November 1821)
32. (1822 – 1856) Sultan Akhmad-ul Mansyur (Dinobatkan 19 April 1822, wafat 11 Juli 1856)
33. (1857 – 1865) Sultan Akhmad Safi ud-din alias Khalifat ul-Mukarram Sayid-din Kaulaini ila Jaabatil Tidore alias Jou Kota (Dinobatkan April 1857)
34. (1867 – 1894) Sultan Johar Alam (Dinobatkan Agustus 1867)
35. (1894 – 1905) Sultan Akhmad Kawi ud-din Alting alias Kaicil Syahjoan, (Dinobatkan Juli 1849) Pada masa ini Keraton Tidore dibumihanguskan sebagai sikap protes terhadap kebijakan pihak Belanda yang merugikan Tidore)
36. (1947 – …….) Sultan Zain al-AbidinAltingSyah (Dinobatkan di Tidore pada tgl. 27 Perbruari 1947, bertepatan dengan tgl. 26 Rabiulawal 1366-H)
37. (Sekarang) Sultan DjafarDano YunusSyah, (Dinobatkan ————- hingga sekarang)

The Sultan with the Crown Royal of Tidore (Tolu Kolano)

APAKAH EKSPANSI SULTAN NUKU SAMPAI KE KAWASAN KEPULAUAN PASIFIK BAGIAN SELATAN….?

Kesultanan Tidore mencapai kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan Nuku alias Sultan Said-ul Jehad Muhammad al-Mabus Amir ud-din Syah alias Kaicil Paparangan yang oleh kawula Tidore dikenal dengan sebutan Jou Barakati. Pada masa kekuasaannya 1797 – 1805), wilayah Kerajaan Tidore mencakup kawasan yang cukup luas hingga mencapai Tanah Papua.
Wilayah sekitar pulau Tidore yang menjadi bagian wilayahnya adalah Papua, gugusan pulau-pulau Raja Ampat dan pulau Seram Timur. Menurut beberapa tulisan di berbagai situs internet, dituliskan bahwa kekuasaan Tidore sampai ke beberapa kepulauan di pasifik selatan, diantaranya; Mikronesia, Melanesia, kepulauan Solomon, kepulauan Marianas, kepulauan Marshal, Ngulu, Fiji, Vanuatu dan kepulauan Kapita Gamrange. Disebutkan pula bahwa hingga hari ini beberapa pulau atau kota masih menggunakan identitas nama daerah dengan embel-embel Nuku, antara lain; kepulauan Nuku Lae-lae, Nuku Alova, Nuku Fetau, Nuku Haifa, Nuku Maboro, Nuku Wange, Nuku Nau, Nuku Oro dan Nuku Nono.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut di atas tidaklah mudah. Perlu penelitian tersendiri. Hal ini juga dibantah oleh salah satu Dosen Jurusan Sejarah Fakultas Sastera Universitas Khairun Ternate yang tidak mau menyebutkan namanya. Lebih lanjut dikatakan bahwa “agak mustahil” kekuasaan Sultan Nuku bisa sampai ke ke kawasan pasific.
Alasan bantahan terhadap hal ini didasarkan pada argumennya bahwa :
1. Pasific Selatan terlalu jauh dari Tidore.
2. Tidak adanya pengakuan dari penduduk setempat di Pasific Selatan bahwa mereka mempunyai kaitan sejarah dengan Sultan Nuku.
3. Tidak ada bukti-bukti dan catatan tertulis tentang kapan dan bagaimana Sultan Nuku data ng dan memberi nama pulau-pulau tersebut.
4. Masyarakat Pasific Selatan saat ini mayoritas beragama Kristen. Jika memang kekuasaan Sultan Tidore telah sampai ke sana tentu ada jejak-jejak Islam ditemukan di sana.
5. Sultan Nuku hidup ketika penjajah Eropa sudah berdatangan ke wilayah Timur dan wilayah Pasific Selatan diduduki oleh mereka.
6. Masa hidup Sultan Nuku lebih banyak digunakan untuk berjuang melawan Belanda.
7. Adanya nama Nuku di depan nama kota atau tempat di sana bukanlah bukti yang bermakna kuat karena bisa saja kata “Nuku” di sana mempunyai arti yang berbeda.
Argumentasi ini sangat beralasan, karena kalo kita menjelajahi beberapa situs internet, di Wikipedia misalnya, tidak ditemukan catatan sejarah tempat-tempat dimaksud yang menjelaskan bahwa mereka mempunyai kaitan sejarah dengan Kesultanan Tidore dengan Sultan Nuku-nya. Juga tidak ditemukan jejak-jejak hadirnya orang-orang Tidore di daerah ini.
Walaupun demikian, terlepas dari “perdebatan” permasalahan ini, fakta sejarah mencatat bahwa di masa Sultan Nuku yang hanya berkuasa sekitar delapan tahun inilah, Kerajaan Tidore mencapai masa kegemilangan dan menjadi kerajaan besar yang wilayahnya paling luas dan disegani di seluruh kawasan itu, termasuk oleh kolonial Eropa.

STRUKTUR PEMERINTAHAN DI KERAJAAN TIDORE
Ketika Tidore mencapai masa kejayaan di era Sultan Nuku tersebut, sistem pemerintahan di Tidore telah ditata dengan baik. Saat itu, Sultan (Kolano) dibantu oleh suatu Dewan Wazir, dalam bahasa Tidore disebut Syaraa, adat se Nakudi. Dewan ini dipimpin oleh Sultan dan pelaksana tugasnya diserahkan kepada Joujau (Perdana Menteri). Anggota Dewan wazir terdiri dari Bobato Pehak Raha (Bobato empat pihak) dan wakil dari wilayah kekuasan. Bobato ini bertugas untuk mengatur dan melaksanakan keputusan Dewan Wazir.
Sistem dan Struktur Pemerintahan yang dijalankan di Kerajaan Tidore pada masa lampau cukup mapan dan berjalan dengan baik. Struktur tertinggi kekuasaan berada di tangan Sultan. Menariknya, di keempat Kerajaan di Jazirah Maluku Utara yang dikenal dengan “MOLOKU KIE RAHA” yaitu; kerajaan Jailolo, kerajaan Bacan, kerajaan Ternate dan termasuk di kerajaan Tidore tidak mengenal sistem putra mahkota sebagaimana kerajaan-kerajaan lainnya di kawasan Nusantara. Seleksi seseorang untuk menjadi Sultan dilakukan melalui mekanisme seleksi calon-calon yang diajukan dari pihak Dano-dano Folaraha (wakil-wakil marga dari Folaraha), yang terdiri dari Fola Yade, Fola Ake Sahu, Fola Rum dan Fola Bagus. Dari nama-nama ini, kemudian dipilih satu di antaranya untuk menjadi Sultan Tidore.
Selanjutnya mengenai Struktur Pemerintahan Kerajaan Tidore sejak Sultan Tidore yang pertama yaitu Sultan Syah Jati alias Mohammad Nakel yang kemudian mengalami perobahan2 mengenai bentuknya pemerintahan di jaman Sultan Cirlaliati,–beberapa sumber menyebutkan Sultan ini yang pertama kali mulai masuk Islam–, dan di jaman Sultan Syafi ud-din dengan gelarannya Khalifat ul-mukarram Sayid-din Kaulaini ila Jaabatil Tidore, dapat diuraikan sebagai berikut : KOLANO SEI BOBATO PEHAK RAHA, artinya : Sultan dan 4 Kementeriannya dengan pegawai, yang terdiri dari :

1. Pehak Bobato, Urusan Pemerintahan dikepalai oleh Jogugu. Anggota2nya : a. Hukum2
b. Sangadji2
c. Gimalaha2
d. Fomanyira2

2. Pehak Kompania, Urusan Pertahanan dikepalai oleh Kapita2/Mayor : a. Leitenan2
b. Alfiris2
c. Jodati2
d. Serjanti2
e. Kapita Kie
f. Jou Mayor, dan
g. Kapita Ngofa

3. Pehak Jurutulis, Urusan Tata-Usaha dikepalai oleh Tullamo (Sekneg). Anggota2nya : a. Jurutulis Loaloa
b. Beberapa Menteri Dalam, yaitu:
1. Sadaha, (Kepala Rumah Tangga Kerajaan)
2. Sowohi Kiye, (Protokoler Kerajaan Bidang Kerohanian),
3. Sowohi Cina, (Protokoler Khusus Urusan Orang Cina),
4. Sahabandar, (Urusan Administrasi Pelayaran).
5. Fomanyira Ngare, (Public Relation Kerajaan)

4. Pehak Lebee, urusan Agama/Syari’ah dikepalai oleh seorang Kadhi. Anggota2nya : a. Imam2.
b. Khotib2.
c. Modin2.
* Selain struktur tersebut di atas masih terdapat Jabatan lain yang membantu menjalankan tugas pemerintahan, seperti Gonone yang membidangi intelijen dan Surang Oli yang membidangi urusan propaganda.

PEJABAT DALAM KEDUDUKAN MENURUT TINGKAT JABATAN

I. Bobato Yade Soa2 dan Sangadji se Gimalaha di pusat, terdiri dari :
1. Jogugu / Jojau
2. Kapita Laut, (Panglima Perang)
3. Hukum Yade, (Urusan Luar Kerajaan)
4. Hukum Soa2, (Uurusan Dalam Kerajaan)
5. Bobato Ngofa, (Urusan Kabinet)
6. Gimalaha Marsaoly
7. Gimalaha Folaraha
8. Sangadji Moti
9. Gimalaha Sibu
10. Gimalaha Matagena
11. Gimalaha Sibuamabelo (Sambelo)
12. Gimalaha Togubu
13. Gimalaha Kalaodi
14. Gimalaha Soa Konora
15. Gimalaha Simobe
16. Gimalaha Doyado
17. Gimalaha Samafu
18. Gimalaha Maliga
19. Fomanyira Failuku
20. Fomanyira Tomacala
21. Fomanyira Yaba
22. Fomanyira Sosale
23. Fomanyira Jawa
24. Fomanyira Cobo
25. Fomanyira Dikitobo
26. Fomanyira Tasuma
27. Fomanyira Tomadou
28. Fomanyira Rum
29. Sngagaji Laisa Mareku
30. Sangadji Laho Mareku
31. Gimalaha Tomalouw
32. Gimalaha Tongowai
33. Gimalaha Mare
34. Gimalaha Tuguiha
35. Gimalaha Tomaidi
36. Gimalaha Tahisa
37. Gimalaha Tomanyili
38. Gimalaha Gamtohe
39. Gimalaha Dokiri
40. Gimalaha Banawa

IIa. Bobato Nyili Gamtumdi, terdiri dari : 1. Gimalaha Seli
2. Fomanyira Tambula
3. Fomanyiira Taran
4. Fomanyira Tomawange
5. Tomanyira Tofoju
6. Fomanyira Gurabati

IIb. Bobato Nyili Gamtufkange, terdiri dari : 1. Gimalaha Tomoyau
2. Fomanyira Tambula
3. Fomanyira Ngosi
4. Fomanyira Tobaru
5. Fomanyira Tunguwai
6. Fomanyira Goto
7. Fomanyira Sautu
8. Fomanyira Tomagoba

IIc. Nyili Lofo2, terdiri dari : 1. Sangadji Maba
2. Sangadji Soa Gimalaha
3. Sangadji Bicoli
4. Himalaha Wayamli
5. Sangadji Patani
6. Gimalaha Kipay
7. Sangadji Kacepi
8. Gimalaha Sanafi
9 Sangadji Weda
10 Gimalaha Soa Cina
11. Sangadji Somola
12. Gimalaha Somola, (1 s/d 12 disebutkan Gamrange,–Tiga Negeri–)
13. Gimalaha Akelamo
14. Gimalaha Payahe
15. Gimalaha Wama
16. Gimalaha Akemayora
17. Gimalaha Tafaga
18. Fomanyira Tauno
19. Fomanyira Loko
20 Fomanyira Taba
21. Kalaodi Maidi, (13 s/d 21 distrik Oba)

IId. Bobato Nyili Gulu2 (Papua), terdi i dari : 1. Kolano Waigeo
2. Kolano Salawati
3. Kolano Misowol, (Lilintinta).
4. Kolano Waigama, (Miyan). (1 s/d 4=Raja Ampat).
5. Sangadji Umka
6. Gimalaha Usboa
7. Sangadji Barey
8. Sangadji Beser
9. Gimalaha Kafdarun
10. Sangadji Wakeri
11. Gimalaha Warijo
12. Sangadji Mar
13. Gimalaha Warasay, (5 s/d 13 -Papua Gam Sio – (9 Soa).
14. Sangadji Rumbarpon
15. Sangadji Rummansar
16. Sangadji Anggaradifu
17. Sangadji Waropon, (14 s/d=Mavor Soa-Raha (4 Soa).

Catatan Akhir dari Admin SERBA SERBI TRADISI & BUDAYA ORANG TERNATE ;

1. Terlepas dari itu semua, sejarah telah mencatat bahwa beberapa daerah diluar pulau Tidore, mulai dari Papua barat hingga pulau-pulau di selatan Pasifik pernah menjadi wilayah kerajaan ini. Presiden RI pertama Sukarno semula ingin memasukan seluruh wilayah kekuasaan kerajaan tidore ini menjadi bagian dari NKRI, namun pada akhirnya, diputuskan bahwa hanya bekas jajahan kerajan Belanda saja yang menjadi wilayah RI, sehingga Malaysia, Singapura dan Timor Leste tidak dimasukan sebagai wilayah NKRI. Sukarno pernah berkata; “……..Tanpa Tidore, tak akan ada lagu; Dari Sabang sampai Merauke……..”

2. Terakhir……, kajian historis ini, bila dipahami, diharapkan akan menjadi motivasi bagi para para pemimpin lokal di daerah ini untuk menata masa depan Tidore dan sekitarnya yang lebih baik. Kalau ditanya mengapa saya berargumen demikian? Maka jawaban saya adalah ; Karena para pemimpin masa lampau di daerah ini yang yang berpola pikir ratusan tahun yang lalu saja mampu dan bisa menjalankan birokrasi yang baik menata pemerintahan daerah, kenapa jaman kita saat ini tidak mampu? Pilkada saja berantam melulu, barangkali yang ada di pikiran mereka hanya kekuasaan dan kekayaan tanpa mikirkan hak dan kepentingan rakyat yang dipimpinnya…. Wallahu wa’lam…….! 

Sumber  :(www.busranto.blogspot.com)