Metode daur ulang (Kompos) sebagai bentuk penangulangan terhadap pemanasan global?!
Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari
campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial
oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang
hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik (Modifikasi dari J.H.
Crawford, 2003). Sedangkan pengomposan adalah proses dimana
bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh
mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi.
Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut
agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat
campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup, mengaturan
aerasi, dan penambahan aktivator pengomposan.
Humus Sebagai Teladan Sumber Bahan Organik
Humus Sebagai Teladan Sumber Bahan Organik
Humus dikenal sebagai sisa-sisa tumbuhan dan khewan yang mengalami perombakan oleh organisme dalam tanah, berada dalam keadaan stabil, berwarna coklat kehitaman.
Batasan pengertian mengenai humus ini bisa saja berbeda sesuai dengan tingkat penelitian dan kecermatan pengamatan dari pembuat batasan pengertian itu sendiri.
Sementara itu ada juga yang memberikan batasan pengertian lain yaitu humus adalah bahan organik yang terdiri dari bahan organik bukan humus dan bahan-bahan humus yang dibagi lagi menjadi Humin, Fulfic Acid dan Asam Humus.
Hal terpenting dari proses pembentukan humus ini adalah bahwa dalam proses pembentukannya, ada kaitan yang sangat erat antara unsur Carbon (C) dan Nitrogen (N).
Pokok permasalahannya justru terletak pada kenyataan bahwa dalam proses dekomposisi bahan organik oleh jasad-jasad mikro, disamping karbohidrat yang dijadikan sebagai sumber energi dan pertumbuhan mikroba, ternyata juga dibutuhkan N dan P. Bahan-bahan yang terakhir ini diasimilir menjadi bahan tubuhnya. Dengan jalan ini protein tumbuhan dialihkan menjadi protein mikroba.
Perbandingan dari C/N humus dapat diperhitungkan dari berbagai senyawa yang menyusun humus. Humus tanah rata-rata mengandung bahan-bahan sebagai berikut :
Bahan
|
Komposisi
|
Kandungan C
|
Lignin
|
45%
|
28.80%
|
Protein
|
35%
|
17.50%
|
Karbohidrat
|
11%
|
4.84%
|
Lemak, Damar, Lilin
|
3%
|
2.10%
|
Tidak diketahui
|
6%
|
3.00%
|
TOTAL
|
100%
|
56.24%
|
Total kandungan karbon dalam humus adalah 56.24 persen. Sementara itu Kadar N dalam protein adalah 16 persen, sedangkan humus mengandung 35 persen protein, jadi kadar N dalam humus adalah 35 x 0.16 = 5.6 persen.
Oleh karena itu hasil bagi C/N rata-rata adalah 56.24 / 5.6 = 10.04 persen. Hubungan C dan N ini di dalam humus berada dalam keadaan hampir konstan, berada pada nilai antara 10 sampai 12.
Oleh karena itulah nilai C/N ratio 10 - 12 ini dapat dianggap sebagai acuan dalam pembuatan kompos. Dari hasil penelitian dan uji coba pembuatan kompos, telah diketahui bahwa untuk mendapatkan C/N ratio 10 – 12, maka diperlukan campuran bahan baku dengan C/N ratio 30.
Permasalahannya adalah bagaimana membuat formula agar dengan mencampurkan berbagai jenis bahan-bahan baku kompos sedemikian rupa sehingga diperoleh nilai C/N ratio bahan baku dengan 30. Faktor-faktor apa saja yang harus diperhitungkan untuk memperoleh C/N ratio bahan baku sebesar 30 tersebut.
Pembuatan
kompos adalah murni sebagai usaha petani untuk memberikan nutrisi bagi
tanaman secara stabil dengan memanfaatkan limbah. Limbah tersebut
dapat berupa limbah ternak, limbah pertanian ataupun limbah-limbah
lainnya agar dapat dimanfaatkan di lahan-lahan pertanian.
Untuk
memanfaatkan limbah bukan berarti tidak memiliki masalah. Sebagai
contoh limbah kotoran sapi. Kotoran sapi memiliki kandungan air yang
sangat besar, dapat mencapai 60 – 85 persen. Kandungan air yang tinggi
ini dapat memperberat kerja pengolahannya.
Disamping itu limbah sapi memiliki C/N ratio yang relatif rendah untuk dapat menghasilkan kompos yang baik.
Dahulu dengan segala keterbatasan pengetahuan dan pengalaman, pemecahan masalah ini masih sulit dilakukan, tetapi sekarang dengan semakin diketahuinya pengetahuan tentang perbandingan bahan baku dan pengaturan kelembaban untuk pemrosesan kompos, ternyata, pemecahan dari permasalahan ini dapat dilakukan dengan cara sederhana, yaitu dengan memanfaatkan bahan-bahan seperti serbuk gergaji, serutan kayu atau jerami, untuk menyerap kelebihan air maupun mengatur keseimbangan C/N.
Dahulu dengan segala keterbatasan pengetahuan dan pengalaman, pemecahan masalah ini masih sulit dilakukan, tetapi sekarang dengan semakin diketahuinya pengetahuan tentang perbandingan bahan baku dan pengaturan kelembaban untuk pemrosesan kompos, ternyata, pemecahan dari permasalahan ini dapat dilakukan dengan cara sederhana, yaitu dengan memanfaatkan bahan-bahan seperti serbuk gergaji, serutan kayu atau jerami, untuk menyerap kelebihan air maupun mengatur keseimbangan C/N.
Jadi pemanfaatan dan penggabungan bahan-bahan
tadi yang emmiliki C/N ratio tinggi sekaligus juga dapat menaikkan C/N
ratio bahan baku kompos. Limbah-limbah ternak merupakan bahan organik
yang menarik untuk dijadikan kompos bagi usaha pertanian bunga dan
sayuran. Di New York, Amerika Serikat, telah banyak petani yang
memanfaatkan kotoran kuda, kotoran ayam, kotoran sapi, untuk dijadikan
kompos secara komersial. Di Amerika Serikat sudah sejak tahun 1992
pemerintahnya menetapkan program budidaya organik secara Nasional,
kemudian 2 (dua) tahun kemudian sudah terdapat 2.000.000 (dua juta)
titik yang memproses kompos.
Kompos apabila dilihat dari proses pembuatannya dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu : - Kompos yang diproses secara alami, dan
- Kompos yang diproses dengan campur tangan manusia.
Kompos Yang Diproses Secara Alami
Yang
dimaksud dengan pembuatan kompos secara alami adalah pembuatan kompos
yang dalam proses pembuatannya berjalan dengan sendirinya, dengan
sedikit atau tanpa campur tangan manusia. Manusia hanya membantu
mengumpulkan bahan, menyusun bahan, untuk selanjutnya proses composting
/ pengomposan berjalan dengan sendirinya. Kompos yang dibuat secara
alami memerlukan waktu pembuatan yang lama, yaitu mencapai waktu 3 – 4
bulan bahkan ada yang mencapai 6 bulan dan lebih.
Kompos Yang Dibuat Dengan Campur Tangan Manusia
Yang
dimaksud dengan pembuatan kompos dengan campur tangan manusia adalah
pembuatan kompos yang sejak dari penyiapan bahan (pengadaan bahan dan
pemilihan bahan), perlakuan terhadap bahan, pencampuran bahan,
pengaturan temperatur, pengaturan kelembaban dan pengaturan konsentrasi
oksigen, semua dilakukan dibawah pengawasan manusia.
Proses
pembuatan kompos yang dibuat dengan campur tangan manusia biasanya
dibantu dengan penambahan aktivator pengurai bahan baku kompos.
Aktivator pembuatan kompos terdapat bermacam-macam merk dan produk,
tetapi yang paling penting dalam menentukan aktivator ini adalah bukan
merk aktivatornya, akan tetapi apa yang terkandung didalam aktivator
tersebut, berapa lama aktivator tersebut telah diuji cobakan, apakah
ada pengaruh dari unsur aktivator tersebut terhadap manusia, terhadap
ternak, terhadap tumbuh-tumbuhan maupun pengaruh terhadap organisme
yang ada di dalam tanah atau dengan kata lain pegaruh terhadap
lingkungan hidup disamping itu juga harus dilihat hasil kompos seperti
apa yang diperoleh.
Tujuan dari pembuatan
kompos yang diatur secara cermat seperti sudah disinggung diatas adalah
untuk mendapatkan hasil akhir kompos jadi yang memiliki standar
kualitas tertentu. Diantaranya adalah memiliki nilai C/N ratio antara
10 – 12.
Kelebihan dari cara pembuatan kompos
dengan campur tangan manusia dan menggunakan bahan aktivator adalah
proses pembuatan kompos dapat dipercepat menjadi 2 – 4 minggu.
Terdapat beberapa metoda pembuatan kompos yang umum dilakukan, yaitu :
- Wind Row sistem
- Aerated Static Pile
- In Vessel
Ketiga
sistim ini telah banyak dioperasionalkan secara luas. Dari ke tiga
sistim ini mana yang dapat menghasilkan kompos yang terbaik tidaklah
penting, karena masing-masing sistim mempunyai kelebihan dan
kekurangannya masing-masing.
Sistim Windrow
Windrow
sistim adalah proses pembuatan kompos yang paling sederhana dan paling
murah. Bahan baku kompos ditumpuk memanjang , tinggi tumpukan 0.6
sampai 1 meter, lebar 2-5 meter. Sementara itu panjangnya dapat
mencapai 40 – 50 meter.
Sistim ini
memanfaatkan sirkulasi udara secara alami. Optimalisasi lebar, tinggi
dan panjang nya tumpukan sangat dipengaruhi oleh keadaan bahan baku,
kelembaban, ruang pori, dan sirkulasi udara untuk mencapai bagian
tengah tumpukan bahan baku.
Idealnya adalah
pada tumpukan bahan baku ini harus dapat melepaskan panas, untuk
mengimbangi pengeluaran panas yang ditimbulkan sebagai hasil proses
dekomposisi bahan organik oleh mikroba.
Windrow
sistim ini merupakan sistim proses komposting yang baik yang telah
berhasil dilakukan di banyak tempat untuk memproses pupuk kandang,
sampah kebun, lumpur selokan, sampah kota dll. Untuk mengatur
temperatur, kelembaban dan oksigen, pada windrow sistim ini, maka
dilakukan proses pembalikan secara periodik Inilah secara prinsip yang
membedakannya dari sistim pembuatan kompos yang lain.
Kelemahan dari sistim Windrow ini adalah memerlukan areal lahan yang cukup luas.
Sistim Aerated Static Pile
Sistim pembuatan kompos lainnya yang lebih maju adalah Aerated Static Pile. Secara prinsip proses komposting ini hampir sama, dengan windrow sistim, tetapi dalam sistim ini dipasang pipa yang dilubangi untuk mengalirkan udara. Udara ditekan memakai blower. Karena ada sirkulasi udara, maka tumpukan bahan baku yang sedang diproses dapat lebih tinggi dari 1 meter. Proses itu sendiri diatur dengan pengaliran oksigen. Apabila temperatur terlalu tinggi, aliran oksigen dihentikan, sementara apabila temperatur turun aliran oksigen ditambah.
Karena
tidak ada proses pembalikan, maka bahan baku kompos harus dibuat
sedemikian rupa homogen sejak awal. Dalam pencampuran harus terdapat
rongga udara yang cukup. Bahan-bahan baku yang terlalu besar dan
panjang harus dipotong-potong mencapai ukuran 4 – 10 cm.
Sistim In Vessel
Sistim yang ke tiga adalah sistim In Vessel Composting. Dalam sistim ini dapat mempergunakan kontainer berupa apa saja, dapat silo atau parit memanjang. Karena sistim ini dibatasi oleh struktur kontainer, sistim ini baik digunakan untuk mengurangi pengaruh bau yang tidak sedap seperti bau sampah kota.
Sistim in vessel juga mempergunakan pengaturan udara sama seperti sistim Aerated Static Pile. Sistim ini memiliki pintu pemasukan bahan kompos dan pintu pengeluaran kompos jadi yang berbeda.
Kunci Pembuatan kompos
Untuk memperoleh hasil yang baik dalam proses pembuatan kompos, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:
Memperoleh Campuran Bahan Baku Yang Benar
Salah
satu kunci keberhasilan dalam melakukan proses pembuatan kompos adalah
bagaimana memperoleh kombinasi campuran bahan baku sedemikian rupa
sehingga memperoleh hasil akhir berupa kompos yang memiliki
perbandingan C dan N = 10 s/d 12. Dari hasil penelitian, telah
diketahui bahwa terdapat 2 (dua) parameter penting dalam menentukan
pemilihan bahan baku, yaitu:
- Faktor kelembaban Bahan Baku
- Faktor C / N ratio bahan baku
Faktor Kelembaban Bahan Baku
Kelembaban
atau kandungan air sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup
mikroorganisme. Sebagian besar mikroorganisme tidak dapat hidup apabila
kekurangan air. Apabila kelembaban dibawah 40%, proses dekomposisi
bahan organik akan melambat. Apabila kelembaban dibawah 30 persen,
proses dekomposisi praktis akan terhenti. Akan tetapi, apabila
kelembaban > 60 persen, maka yang terjadi adalah keadaan anaerob
(tanpa oksigen), yang akan menyebabkan timbulnya aroma tidak sedap
(masam). Umumnya proses komposting menghendaki kelembaban ideal antara
50 – 60 persen. Keadaan ini merupakan keadaan ideal untuk memulai
proses pengomposan.
Faktor C/N ratio Bahan Baku
Dari
sekian banyak unsur yang diperlukan oleh mikroorganisme yang
medekomposisi bahan organik, Carbon dan Nitrogen adalah unsur yang
paling penting dan menjadi faktor pembatas (disamping phospat). Carbon
adalah sumber energi dan merupakan 50 persen dari bagian massa sel
microba. Nitrogen merupakan komponen paling penting sebagai penyusun
protein dan bakteri disusun oleh tidak kurang dari 50% dari biomasanya
adalah protein. Jadi bacteri sangat memerlukan Nitrogen untuk
mempercepat pertumbuhannya. Seandainya jumlah Nitrogen terlalu sedikit,
maka populasi bakteri tidak akan optimal dan proses dekomposisi kompos
akan melambat. Kebalikannya, seandainya jumlah N terlalu banyak, akan
mengakibatkan pertumbuhan mikroba sangat cepat dan ini akan menyebabkan
masalah pada aroma kompos, sebagai akibat dari keadaan anaerobik. Dalam
keadaan seperti ini sebagian dari Nitrogen akan berubah menjadi gas
amoniak yang menyebabkan bau dan keadaan ini merugikan, karena
menyebabkan Nitrogen yang kita perlukan akan hilang.
Jadi
harus hati-hati dalam menangani bahan baku kompos, terutama bahan baku
yang banyak mengandung Nitrogen (biasa disebut bahan hijauan, seperti
potongan rumput), terutama dalam mengatur proses suplai oksigennya.
Sebaiknya bahan bahan seperti ini diatur pencampurannya dengan
bahan-bahan yang mengandung C (biasa disebut bahan coklatan tinggi,
seperti limbah serutan kayu).
Pencampuran
bahan baku yang mengandung C dan N sebesar 30 : 1 (berdasarkan berat),
membuat keadaan kandungan unsur-unsur penyusun proses pembuatan kompos
seimbang. Oleh kerena itu untuk mendapatkan hasil akhir kompos yang
mencapai perbandingan C/N ratio 10 s/d 12, dan mempunyai kandungan
unsur hara yang tinggi, maka aturlah kelembaban bahan baku 50 – 60
persen dan buatlah campuran bahan baku sedemikian rupa sehingga bahan
baku kompos mempunyai nilai C berbanding N adalah 30 berbanding 1.
Menghitung campuran bahan baku kompos agar memiliki C/N ratio 30 : 1, dapat menggunakan rumus sebagai berikut:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tanggapan anda